Jumat, 31 Agustus 2012

PUASA MELATIH KEJUJURAN


PUASA MELATIH KEJUJURAN
OLEH TOTO WARSITO,MAg

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”(QS.Al-Ahzab:70-71)
Ya, itulah gambaran yang disampaikan Al-Qur’an tentang kejujuran. Setidaknya ayat di atas mengandung tiga term yaitu beriman, bertakwa, dan berkata benar atau jujur. Terkait dengan ayat di atas at-Thabari menafsirkan bahwa orang yang beriman seharusnya bertakwa kepada Allah Swt dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Selain itu, orang yang beriman harus berkata benar atau jujur sebagai bentuk implementasi dari ketakwaan yang dimiliki. Ayat ini juga menegaskan bahwa Allah Swt telah memberikan jaminan bagi mereka yang jujur.
Namun, untuk menggapai kejujuran bukanlah hal yang mudah. Kejujuran bukanlah barang instan yang sekali tepuk jadi atau barang yang bisa dicetak dalam dua atau tiga hari. Kejujuran harus selalu ditanamkan sejak dini, dilatih, dipelihara dan selalu diasah serta dibersihkan dari unsur-unsur yang berusaha merenggutnya dari kehidupan kita.
Puasa yang sedang kita lakukan, merupakan salah satu ibadah yang melatih kita kejujuran. Betapa tidak, dengan berpuasa kita dilatih berlaku jujur, paling tidak jujur kepada diri sendiri. Ketika sedang berpuasa di siang hari, meskipun di rumah tidak ada siapa-siapa kita tidak berani berbuka, meskipun orang lain tidak ada yang melihat. Selain itu ketika sedang berpuasa kita tidak berani berbohong karena dapat menghapus pahala puasa.
Dalam salah satu hadits shahih, Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, innamas shaumu junnatun,”sesungguhnya puasa itu merupakan penangkal”. Sesuatu yang mempunyai fungsi menangkal dari berbagai ancaman, gempuran, desakan hawa nafsu, atau motif-motif negatif. Orang yang rajin berpuasa biasanya mempunyai ketangguhan jiwa yang lebih bagus daripada orang yang tidak biasa berpuasa. Sebagai sebuah penangkal, tentunya efektifitasnya bergantung kepada kualitas puasa yang dilakukan. Menurut ukuran standar, Allah Swt memerintahkan puasa selama satu bulan dalam satu tahun. Idealnya, puasa satu bulan ini harus dijadikan alat penangkal yang akan mampu menahan segala gangguan dan desakan hawa nafsu, serangan syetan untuk kurun waktu satu tahun. Jika ada orang berpuasa satu bulan di bulan ramadhan tetapi tidak mampu menangkal gangguan hawa nafsu selama bulan-bulan berikutnya maka puasanya boleh dikatakan tidak memiliki makna atau tidak manjur.
Mengapa kita harus jujur, kalau memang jujur atau berkata benar adalah salah satu karakter yang baik, sejauh manakah sebenarnya urgensi dan relevansinya dalam kehidupan manusia, baik sebagai individu atau sebagai bagian dari keluarga dan masyarakat. Adakah dampak positif dan negatif ketika seseorang melakukan tindak kecurangan atau kebohongan.
Orang jujur akan diberi kekuatan untuk selalu mengintropeksi dan memperbaiki setiap tindakannya sehingga tindakan yang akan dilakukan akan selalu menemukan titik kesuksesan. Kalaupun ia menemukan kegagalan, maka ia tidak akan merasa putus harapan bahkan kegagalan itu akan dijadikan pengalaman yang paling baik sebagai guru yang selalu memberikan tuntunan. Dengan demikian, ucapan dan tindak tanduknya akan selalu dalam jalur kebenaran dan keberhasilan serta dalam tuntunan-Nya. Perilaku jujur akan membawa kepada pengampunan Allah Swt. Orang yang jujur mendapatkan jaminan dari Allah Swt dengan maghfirah-Nya.
Rasulullah Saw mewanti-wanti untuk menegakkan kejujuran sebagai falsafah hidup yang harus tetap dipertahankan dalam kondisi bagaimanapun. Tidak tanggung-tanggung Rasulullah Saw menggadaikan surga sebagai hadiah bagi mereka yang hidup di bawah payung kejujuran. Orang yang jujur akan menemukan kehidupan yang tenang , tenteram dan sentosa. Orang yang kehidupannya lurus, tidak akan pernah takut dan was-was menghadapi hidup, sebab pada hakikatnya hidup adalah timbal balik. Artinya siapa yang menanam maka ia yang akan memetik hasilnya. Jika yang ditanam adalah benih yang baik, maka yang akan tumbuh adalah baik pula. Inilah kemudian yang disinggung oleh Nabi Muhammad Saw,”Tinggalkan hidup dalam keraguan dan segeralah menuju pada ketenangan. Ingat ! Bahwa ketenangan itu ada pada kejujuran. Sebaliknya, kegelisahan adalah buah dari kebohongan.”
Mari kita berintrospeksi di bulan suci ini, masih adakah kejujuran di antara kita. Masih adakah kejujuran di negeri ini. Rupanya kejujuran di negeri ini sudah demikian langka dan sukar diimplementasikan, sehingga tindakan korupsi makin menjadi-jadi, sudah mengakar dalam setiap sendi kehidupan bangsa ini.
Untuk kesekian kalinya, kita rakyat Indonesia dipaksa untuk menyaksikan dagelan kelabu dan menyakitkan yang dimainkan oleh para pejabat yang justeru seharusnya menjadi teladan bahkan menjadi pengawal penegakkan hukum di negeri ini. Minggu ini kita dikejutkan dengan terungkapnya kasus korupsi di institusi kepolisian yang melibatkan beberapa orang jenderal. Sungguh ini merupakan bukti yang semakin memantapkan dan mengokohkan bahwa kejujuran di Indonesia adalah makhluk langit dan enggan hidup di bumi pertiwi. Kejujuran di alam Indonesia menjadi sesuatu yang sangat langka dan mahal.
Kemakmuran suatu bangsa tidak akan terwujud bila tidak ditopang oleh individu-individu yang jujur. Semua elemen bangsa ini haruslah bersama-sama membudayakan hidup jujur, baik jujur pada diri sendiri, orang lain, bangsa dan negara. Mereka yang mengamalkan kejujuran adalah mereka yang meyakini dan sadar bahwa kehadirannya adalah rahmat untuk dirinya, sesamanya dan lingkungan sekitarnya bahkan untuk alam semesta. Jika sudah sedikian, maka baldatun thayyibatun warabbun ghafur akan terwujud. Semoga. Wallahu a’lam.

Penulis
Guru SMAN 1 Rajagaluh/Dosen STAI PUI Majalengka
Ketua Pengurus Cabang PUI Kec.Sindangwangi Majalengka