PUASA MELATIH KEJUJURAN
OLEH TOTO WARSITO,MAg
“Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya
Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan
barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat
kemenangan yang besar.”(QS.Al-Ahzab:70-71)
Ya, itulah gambaran yang disampaikan
Al-Qur’an tentang kejujuran. Setidaknya ayat di atas mengandung tiga term yaitu
beriman, bertakwa, dan berkata benar atau jujur. Terkait dengan ayat di atas
at-Thabari menafsirkan bahwa orang yang beriman seharusnya bertakwa kepada
Allah Swt dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Selain
itu, orang yang beriman harus berkata benar atau jujur sebagai bentuk
implementasi dari ketakwaan yang dimiliki. Ayat ini juga menegaskan bahwa Allah
Swt telah memberikan jaminan bagi mereka yang jujur.
Namun, untuk menggapai kejujuran
bukanlah hal yang mudah. Kejujuran bukanlah barang instan yang sekali tepuk
jadi atau barang yang bisa dicetak dalam dua atau tiga hari. Kejujuran harus
selalu ditanamkan sejak dini, dilatih, dipelihara dan selalu diasah serta
dibersihkan dari unsur-unsur yang berusaha merenggutnya dari kehidupan kita.
Puasa yang sedang kita lakukan,
merupakan salah satu ibadah yang melatih kita kejujuran. Betapa tidak, dengan
berpuasa kita dilatih berlaku jujur, paling tidak jujur kepada diri sendiri.
Ketika sedang berpuasa di siang hari, meskipun di rumah tidak ada siapa-siapa
kita tidak berani berbuka, meskipun orang lain tidak ada yang melihat. Selain
itu ketika sedang berpuasa kita tidak berani berbohong karena dapat menghapus
pahala puasa.
Dalam salah satu hadits shahih, Nabi
Muhammad Saw pernah bersabda, innamas shaumu junnatun,”sesungguhnya
puasa itu merupakan penangkal”. Sesuatu yang mempunyai fungsi menangkal dari
berbagai ancaman, gempuran, desakan hawa nafsu, atau motif-motif negatif. Orang
yang rajin berpuasa biasanya mempunyai ketangguhan jiwa yang lebih bagus
daripada orang yang tidak biasa berpuasa. Sebagai sebuah penangkal, tentunya
efektifitasnya bergantung kepada kualitas puasa yang dilakukan. Menurut ukuran
standar, Allah Swt memerintahkan puasa selama satu bulan dalam satu tahun.
Idealnya, puasa satu bulan ini harus dijadikan alat penangkal yang akan mampu
menahan segala gangguan dan desakan hawa nafsu, serangan syetan untuk kurun
waktu satu tahun. Jika ada orang berpuasa satu bulan di bulan ramadhan tetapi
tidak mampu menangkal gangguan hawa nafsu selama bulan-bulan berikutnya maka
puasanya boleh dikatakan tidak memiliki makna atau tidak manjur.
Mengapa kita harus jujur, kalau
memang jujur atau berkata benar adalah salah satu karakter yang baik, sejauh
manakah sebenarnya urgensi dan relevansinya dalam kehidupan manusia, baik
sebagai individu atau sebagai bagian dari keluarga dan masyarakat. Adakah
dampak positif dan negatif ketika seseorang melakukan tindak kecurangan atau
kebohongan.
Orang jujur akan diberi kekuatan
untuk selalu mengintropeksi dan memperbaiki setiap tindakannya sehingga tindakan
yang akan dilakukan akan selalu menemukan titik kesuksesan. Kalaupun ia
menemukan kegagalan, maka ia tidak akan merasa putus harapan bahkan kegagalan
itu akan dijadikan pengalaman yang paling baik sebagai guru yang selalu
memberikan tuntunan. Dengan demikian, ucapan dan tindak tanduknya akan selalu
dalam jalur kebenaran dan keberhasilan serta dalam tuntunan-Nya. Perilaku jujur
akan membawa kepada pengampunan Allah Swt. Orang yang jujur mendapatkan jaminan
dari Allah Swt dengan maghfirah-Nya.
Rasulullah Saw mewanti-wanti untuk
menegakkan kejujuran sebagai falsafah hidup yang harus tetap dipertahankan
dalam kondisi bagaimanapun. Tidak tanggung-tanggung Rasulullah Saw menggadaikan
surga sebagai hadiah bagi mereka yang hidup di bawah payung kejujuran. Orang
yang jujur akan menemukan kehidupan yang tenang , tenteram dan sentosa. Orang
yang kehidupannya lurus, tidak akan pernah takut dan was-was menghadapi hidup,
sebab pada hakikatnya hidup adalah timbal balik. Artinya siapa yang menanam
maka ia yang akan memetik hasilnya. Jika yang ditanam adalah benih yang baik,
maka yang akan tumbuh adalah baik pula. Inilah kemudian yang disinggung oleh
Nabi Muhammad Saw,”Tinggalkan hidup dalam keraguan dan segeralah menuju pada
ketenangan. Ingat ! Bahwa ketenangan itu ada pada kejujuran. Sebaliknya,
kegelisahan adalah buah dari kebohongan.”
Mari kita berintrospeksi di bulan
suci ini, masih adakah kejujuran di antara kita. Masih adakah kejujuran di
negeri ini. Rupanya kejujuran di negeri ini sudah demikian langka dan sukar
diimplementasikan, sehingga tindakan korupsi makin menjadi-jadi, sudah mengakar
dalam setiap sendi kehidupan bangsa ini.
Untuk kesekian kalinya, kita rakyat
Indonesia dipaksa untuk menyaksikan dagelan kelabu dan menyakitkan yang
dimainkan oleh para pejabat yang justeru seharusnya menjadi teladan bahkan
menjadi pengawal penegakkan hukum di negeri ini. Minggu ini kita dikejutkan
dengan terungkapnya kasus korupsi di institusi kepolisian yang melibatkan
beberapa orang jenderal. Sungguh ini merupakan bukti yang semakin memantapkan
dan mengokohkan bahwa kejujuran di Indonesia adalah makhluk langit dan enggan
hidup di bumi pertiwi. Kejujuran di alam Indonesia menjadi sesuatu yang sangat
langka dan mahal.
Kemakmuran suatu bangsa tidak akan
terwujud bila tidak ditopang oleh individu-individu yang jujur. Semua elemen
bangsa ini haruslah bersama-sama membudayakan hidup jujur, baik jujur pada diri
sendiri, orang lain, bangsa dan negara. Mereka yang mengamalkan kejujuran
adalah mereka yang meyakini dan sadar bahwa kehadirannya adalah rahmat untuk
dirinya, sesamanya dan lingkungan sekitarnya bahkan untuk alam semesta. Jika
sudah sedikian, maka baldatun thayyibatun warabbun ghafur akan terwujud.
Semoga. Wallahu a’lam.
Penulis
Guru SMAN 1 Rajagaluh/Dosen STAI PUI
Majalengka
Ketua Pengurus Cabang PUI
Kec.Sindangwangi Majalengka